Berita tentang bangkrutnya brand kesayangan emak-emak, Tupperware menghiasi media massa dalam beberapa pekan terakhir. Simak pelajaran keuangan yang bisa dipetik dari bangkrutnya Tupperware!
Siapa sih yang nggak pernah dengar nama Tupperware? Saking terkenalnya, nama Tupperware ini melekat di semua wadah plastik yang ada di dapur setiap rumah di Indonesia.
Padahal, Tupperware itu adalah nama brand dan perusahaan asal Amerika Serikat. Tupperware memproduksi dan mendistribusikan wadah penyimpanan dari bahan plastik.
Perusahaan ini pertama kali didirikan pada tahun 1942 oleh seorang pengusaha bernama Earl Tupper. Saat itu, ia mengembangkan wadah berbentuk lonceng, dan memperkenalkan produknya ke publik pada 1946.
Tupperware sangat populer di seluruh dunia, apalagi di Indonesia. Pada tahun 2013, Indonesia menjadi pasar teratas Tupperware di seluruh dunia. Penjualan Tupperware di Indonesia pada tahun itu mencapai US$ 200 Juta.
Baca juga: Apa Itu Pendapatan Per Kapita? Pengertian dan Cara Menghitungnya
Tupperware Bangkrut
Sudah beroperasi puluhan tahun dan menjadi salah satu top of minds wadah plastik di dunia, ternyata tidak menjadi jaminan bisnis bakal bertahan. Itulah yang terjadi pada Tupperware.
Melansir CNN, Tupperware Brands Corporation mengajukan perlindungan kebangkrutn Bab 11 pada Selasa (17/9/2024) lalu. Dengan begitu, Tupperware minta persetujuan pengadilan untuk menentukan nasib ke depan.
Menurut CEO Tupperware, Laurie Goldman, salah satu penyebab kebangkrutan perusahaannya itu karena posisi keuangan yang tidak baik ditambah situasi makroekonomi yang buruk.
“Selama beberapa tahun terakhir, posisi keuangan perusahaan sangat terpengaruh oleh kondisi makroekonomi yang menantang,” katanya.
Berdasarkan dokumen yang diajukan, Tupperware mengaku masih punya aset sebesar US% 500 Juta hingga US$ 1 Miliar. Namun, angka itu tidak bisa menutup kewajiban perusahaan yang mencapai US$ 1 - 10 Miliar.
Gejala kebangkrutan Tupperware sebenarnya sudah tampak dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2023 lalu, pihak manajemen berusaha menyelamatkan keuangan dengan restrukturisasi utang dan membuat perjanjian dengan bank investasi Moelis & Co.
Namun upaya tersebut gagal. Salah satu alasannya karena likuiditas perusahaan yang membuat manajemen ragu untuk mampu melanjutkan bisnisnya.
Di samping karena masalah keuangan, kebangkrutan Tupperware juga terjadi karena banyaknya kompetitor yang membuat wadah plastik lebih murah dan lebih ramah lingkungan.
Baca juga: China Naikkan Usia Pensiun Jadi 63 Tahun, Indonesia Berapa?
Pelajaran Apa yang Bisa Dipetik?
Setiap peristiwa yang terjadi pasti membawa sesuatu yang bisa dipelajari. Begitu pula dengan peristiwa bangkrutnya perusahaan global yang sudah puluhan tahun beroperasi seperti Tupperware.
Bagi masyarakat umum, pelajaran itu salah satunya adalah pentingnya membangun dana darurat!
Bagaimana tidak, kondisi ekonomi yang sulit seperti saat ini, membuat tingkat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) meningkat dan mencari kerja sulit!
Oleh karena itu, kamu yang masih berstatus sebagai karyawan sebuah perusahaan harus membangun dana darurat, sebagai jaga-jaga jika hal-hal yang tidak diinginkan itu terjadi.
Pada dasarnya, dana darurat harus dimiliki setiap orang, namun jumlahnya tergantung kebutuhan masing-masing.
Perbedaan nominal dana darurat terjadi karena adanya perbedaan profesi, jumlah penghasilan kebutuhan, dan gaya hidup. Tidak ada perhitungan angka dan persentase pasti untuk menentukan besarnya dana darurat.
Melansir laman Kementerian Keuangan, minimal dana darurat yang harus dipersiapkan idealnya adalah 6-12 kali lipat pengeluaran per bulan dengan mempertimbangkan kondisi masing-masing individu.
Berikut ini gambaran kebutuhan dana darurat berdasarkan kondisi dan status setiap orang:
- Single: 6 kali lipat pengeluaran bulanan
- Sudah menikah: 9 kali lipat pengeluaran bulanan
- Sudah menikah dan punya anak: 12 kali lipat pengeluaran bulanan
Baca juga: Inflasi vs Deflasi: Apa Bedanya dan Bagaimana Dampaknya pada Ekonomi?
Gimana Cara Bangun Dana Darurat?
Sudah pahamkan pentingnya punya dana darurat? Langkah berikutnya adalah mulai membangun dana darurat sedini mungkin.
Semakin cepat memulai, uang juga akan semakin cepat terkumpul, dan kamu bisa lebih siap jika kondisi terburuk terjadi.
Berikut beberapa cara yang efektif untuk membuat dana darurat.
1. Miliki Target Pengumpulan Dana
Sebagai langkah awal, tentukan jumlah yang ingin kamu kumpulkan dalam dana darurat. Idealnya, dana darurat harus senilai minimal 6 bulan pengeluaran bulanan.
Misalnya pengeluaran bulanan kamu adalah Rp 5 Juta, maka dana darurat yang harus dimiliki minimal Rp 30 Juta. Angka ini bisa disiapkan perlahan dengan cara dicicil.
Namun, jika pekerjaanmu rentan terhadap PHK, dana darurat yang diperlukan bisa saja lebih besar, seperti senilai 9-12 bulan pengeluaran.
Dengan tujuan yang jelas, kamu bisa lebih terarah dan termotivasi dalam mengumpulkan dana tersebut.
2. Manfaatkan Fitur Autodebet
Agar konsisten dalam menyisihkan uang untuk dana darurat, atur transfer otomatis ke rekening tabungan khusus setiap kali menerima gaji atau yang dikenal dengan istilah autodebet.
Fitur ini membantu kamu menabung secara disiplin tanpa perlu berpikir panjang, sekaligus mengurangi godaan untuk menggunakan uang tersebut untuk keperluan lain.
Dengan menyisihkan 10% hingga 20% dari penghasilan bulanan, dana darurat dapat terkumpul lebih cepat.
3. Utamakan Kebutuhan, Bukan Keinginan
Identifikasi dan kurangi pengeluaran yang tidak penting, seperti langganan streaming yang jarang digunakan, makan di luar, atau belanja barang yang kurang mendesak.
Alihkan dana yang biasanya digunakan untuk kebutuhan ini ke tabungan darurat.
Langkah-langkah kecil seperti ini bisa memberikan dampak besar dalam jangka panjang dan membantu mempercepat pengumpulan dana darurat.
4. Cari Penghasilan Tambahan
Jika memungkinkan, carilah sumber pendapatan tambahan, seperti pekerjaan freelance, usaha sampingan, atau menjual barang yang tidak terpakai.
Pendapatan tambahan ini bisa dialokasikan sepenuhnya ke dana darurat tanpa mempengaruhi pengeluaran bulanan.
Selain membantu mempercepat pencapaian target dana darurat, memiliki sumber pendapatan alternatif juga bisa menjadi jaring pengaman jika PHK benar-benar terjadi.
Selain itu, kamu juga perlu mengetahui seberapa sehat keuangan sebelum memutuskan untuk memenuhi gaya hidup.
Saat ini, mengecek kesehatan finansial bisa dilakukan dengan mudah melalui Financial Fitness Check Up dari Ruang meNYALA.
Dengan melakukan financial fitness check up, kamu akan tahu apa yang harus kamu lakukan pertama kali supaya keuangan kamu lebih sehat dan membuatmu bahagia.
Financial Fitness Check Up bisa membantumu memeriksa kondisi keuangan hanya dalam waktu 3 menit. Lalu, kamu juga bisa membahas hasil Financial Fitness Check Up kamu dengan Nyala Trainer di Konsultasi 1 on 1.
Dengan sesi konsultasi ini, kamu bisa mengetahui bagaimana strategi yang tepat untuk keuangan kamu.
Banyak sekali manfaat yang bisa kamu dapat, bukan? Jadi, yuk segera atur keuanganmu dengan Ruang meNYALA sekarang agar kamu bisa segera #FinanciallyFit!
Baca juga: Rumus Keuangan Keluarga untuk Hidup Ideal di Jakarta