Logo Ruang Menyal
Bg Block

Mengenal Budaya Flexing, Sebab Akibat, dan Tips Menyikapinya

Oleh: ruangmenyala

Last updated: 14 April 2024 | 9830 dilihat

Article Detail

Dalam beberapa tahun terakhir, flexing culture adalah salah satu fenomena yang cukup marak terjadi di tengah masyarakat.

Singkatnya, flexing adalah tindakan di mana seseorang gemar memamerkan sesuatu. 

Hal ini biasanya menjadi kesalahan orang kaya baru dengan cara menghambur-hamburkan uang untuk menunjukkan kekayaannya.

Fenomena flexing tersebut tentu kurang baik dan bisa memberikan dampak negatif. Lalu, bagaimanakah cara menghindarinya?

Yuk temukan jawabannya di artikel berikut! Ruang meNyala telah merangkum seputar apa itu flexing culture, penyebab, dampak, hingga tips menyikapinya.

Apa itu Flexing Culture?

Berdasarkan sejarah, ternyata budaya flexing sendiri bukanlah sesuatu yang baru dikenal di kalangan masyarakat. 

Nyatanya, kata flexing telah digunakan dalam buku berjudul The Theory of the Leisure Class: An Economic Study in the Evolution of Institution pada tahun 1899.

Lantas, apa itu flexing culture? 

Secara sederhana, fenomena flexing culture artinya adalah budaya memamerkan barang mewah untuk mendapatkan pengakuan atau validasi bahwa orang tersebut mampu.

Contoh flexing dalam kehidupan sehari-hari misalnya seperti memamerkan barang branded di media sosial. 

Penyebab Timbulnya Fenomena Flexing

Perlu diketahui bahwa sebenarnya ada beberapa alasan yang melatarbelakangi seseorang melakukan flexing. Beberapa di antaranya seperti:

1. Tekanan Sosial

Penyebab pertama kebiasaan flexing dari sisi eksternal adalah karena tekanan sosial. 

Demi gengsi, tidak jarang orang yang rela menghamburkan uang untuk membeli barang-barang mewah agar bisa diterima atau diakui kekayaannya dalam suatu lingkungan.

Padahal, hal tersebut terkadang tidak sesuai dengan daya beli yang dimiliki. Alhasil, mereka akan merasa seperti tertekan dan tidak tenang. 

Baca juga: Inilah 6 Kebiasaan Membuang Uang yang Tidak Kamu Sadari!

2. Kurangnya Rasa Empati

Fenomena flexing juga bisa terjadi jika orang tersebut kurang memiliki empati terhadap dampak yang akan dihasilkan. 

Padahal, bisa saja perilaku flexing ini membuat orang-orang di sekitarnya merasa tidak nyaman. 

3. Insecurity

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ketika seseorang merasa sedih, insecure atau membutuhkan pengakuan, mereka akan cenderung impulsif membeli barang mewah untuk mengatasi perasaan tersebut.

Hal ini juga dijelaskan oleh Martin Lindstrom di bukunya yang berjudul Brainwashed

Dalam buku tersebut, dijelaskan bahwa orang dengan tingkat kepercayaan diri rendah akan cenderung mengandalkan penggunaan barang high-end untuk membuatnya merasa lebih baik.

4. Masalah Kepribadian

Faktor lain yang dapat menjadi penyebab flexing culture adalah masalah kepribadian seseorang. 

Pasalnya, memang ada beberapa masalah kepribadian yang dapat menyebabkan seseorang selalu membutuhkan validasi bahwa dirinya paling hebat dibandingkan orang lain.

5. Menunjukkan Eksistensi

Faktor lain yang menyebabkan orang terjerumus dalam flexing culture adalah keinginan untuk diakui keberadaannya. 

Di masyarakat, budaya flexing seringkali digunakan sebagai media untuk menunjukkan bahwa seseorang memang bisa atau ‘mampu’. 

Hal ini mungkin saja terjadi karena manusia memang sering mendefinisikan sebuah kebahagian dengan hal-hal yang bersifat materialistik.

Padahal, jika dipahami lebih dalam, kebahagiaan dapat datang melalui hal-hal sederhana seperti rasa syukur atas hidup yang telah diberikan atau bangga terhadap diri sendiri.

Baca juga: Mengenal Definisi Sukses, Ini Ciri-Ciri dan Kunci Meraihnya!

Dampak Flexing Culture

Budaya flexing memang menjadi salah satu cara untuk mendapatkan validasi dari lingkungan sekitar.

Akan tetapi, apa dampak yang akan didapatkan ketika seseorang melakukan flexing? 

1. Mengancam Privasi Data Pribadi

Dampak pertama yang mungkin terjadi ketika kamu melakukan flexing culture adalah mendapat ancaman privasi. 

Bagaimana tidak, jika hampir segala hal yang kita miliki diunggah ke media sosial. 

Terlebih lagi jika hal tersebut berhubungan dengan identitas kita. Misalnya, seperti plat mobil yang tidak sengaja terlihat ketika seseorang memamerkan mobil mewah di media sosial. 

Meskipun terlihat sepele, namun bisa saja plat mobil ini menjadi senjata bagi orang yang tidak bertanggung jawab untuk melacak data pribadi atau privasi kita. 

2. Menurunkan Self Esteem

Salah satu alasan kenapa kita perlu menghindari flexing culture adalah karena dapat menurunkan self esteem. 

Layaknya pisau bermata dua, flexing culture juga bisa menjadi sesuatu yang menurunkan harga diri seseorang. 

Ketika kita bisa menunjukkan hal yang terlihat lebih di antara teman-teman atau lingkungan, validasi pun akan didapat. 

Namun, saat berada di posisi sebaliknya, bisa saja kita malah menjadi insecure atau rendah diri.

Padahal, perlu diketahui bahwa apa yang ditunjukkan di media sosial tidak selalu sama dengan kenyataannya. Sebagai pengamat, kita tidak tahu apa yang terjadi di belakang layar. 

Oleh karena itu, ada baiknya untuk tidak menjadikan orang lain sebagai tolak ukur kebahagiaan kita.

3. Mendorong Kebiasaan Konsumtif

Dampak selanjutnya dari flexing culture adalah mendorong seseorang untuk berperilaku konsumtif.

Demi menuruti gengsi dan mendapatkan validasi, tentu orang tersebut harus terus-menerus menggunakan uang untuk membeli barang mewah.

Padahal, belum tentu barang-barang tersebut berguna atau sesuai dengan kebutuhan. 

Jika dilakukan secara terus-menerus, kebiasaan flexing dapat berpengaruh buruk, bukan hanya pada mental namun juga sisi finansial.

Baca juga: Impulsive Buying, Belanja Dadakan yang Perlu Dihindari Remaja 

4. Sulit Mendapatkan Teman

Orang-orang yang suka melakukan flexing umumnya akan terkena stereotip buruk yakni kurang memiliki empati. 

Alhasil, mereka sulit mendapatkan teman karena orang-orang lebih memilih untuk bergaul dengan pribadi yang sederhana.

Hal ini didukung dengan salah satu penelitian di Jurnal Social Psychology and Personality Science yang menyebutkan bahwa orang-orang cenderung lebih memilih teman dengan tampilan biasa daripada mewah.

5. Mengganggu Kepribadian

Dalam buku The High Price of Materialism yang ditulis oleh Knox College, disebutkan bahwa salah satu efek dari flexing culture adalah dapat membuat seseorang lebih kompetitif, kurang empati sehingga mengganggu kepribadiannya sendiri.

Tips agar Terhindar dari Budaya Flexing

Lantas, bagaimana agar kita dapat terhindar dari budaya flexing? Untuk menghindarinya, ada beberapa hal yang dapat dilakukan, antara lain:

1. Stop Mencari Validitas Orang Lain

Tips pertama agar terhindari dari flexing culture adalah dengan berhenti mencari validitas dari orang lain. 

Perlu untuk diketahui bahwa semua validasi, ekspektasi dan juga justifikasi dari orang lain tidak sepenuhnya menggambarkan diri kita yang sebenarnya. 

Karena pada dasarnya, orang yang paling mengenal kita hanyalah diri sendiri.

 2. Berpikir Kritis

Tips kedua untuk menghindari flexing culture adalah dengan berpikir kritis. 

Coba biasakan diri untuk lebih kritis dalam berpikir agar segala keputusan yang diambil dapat didasarkan pada logika. 

Dengan begitu, kita akan lebih bijak ketika berbelanja dan tidak melakukannya hanya karena ikut-ikutan atau menuruti gengsi.

Baca juga: Kenali Gaya Hidup Minimalis Ala Jepang, Ini Tipsnya! 

3. Filter Media Sosial dan Lingkungan

Cara terakhir untuk menghindari flexing culture adalah dengan memberikan batasan dalam sosial media dan lingkungan. 

Daripada mengikuti orang-orang dengan konten flexing di sosial media, mungkin ada baiknya untuk mulai beralih ke konten edukasi finansial agar terhindar dari gaya hidup hedonisme.

Tips Menyikapi Fenomena Flexing

Diakui atau tidak, fenomena seperti flexing culture adalah sesuatu yang sulit untuk dikendalikan.

Meskipun telah mencoba untuk menghindarinya, bukan berarti kita tidak akan menemukan orang-orang dengan kebiasaan flexing di lingkungan sekitar.

Oleh karena itu, jika mendapati orang-orang dengan kebiasaan ini, ada baiknya untuk tidak terlalu mengambil pusing.

Barulah jika memang sudah mengganggu secara berlebihan, kamu bisa pelan-pelan menjauh dari lingkungan tersebut atau berhenti mengikutinya apabila terjadi di media sosial.

Demikian pembahasan mengenai budaya flexing, penyebab, hingga tips menghindarinya.

Flexing culture adalah fenomena yang bisa memberikan dampak negatif bila kamu tidak menyikapinya dengan bijak, terutama dalam hal keuangan.

Nah, untuk mempelajari lebih banyak terkait pentingnya keuangan, kamu dapat mengikuti kelas meNYALA dari Ruang meNYALA.

Yuk daftar sekarang juga dan jangan sampai ketinggalan, ya!

Baca juga: 18 Cara Menghemat Uang yang Mudah, Simpel, dan Efektif! 


undefined Komentar

Max. 0/120 karakter

Konten Lainnya